Pengertian Adab dalam kitab Shahih Al-Bukhari

Assalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Hello Guys, bertemu dengan saya di blog Programmer

saya ingin Pengertian Adab dalam kitab Shahih Al-Bukhari

langsung saja ⬇⬇

Dengan ijin dari Allah, berikut ini akan disampaikan beberapa hadits yang berkaitan dengan pengertian adab yang di ambil dari kitab Shahih al-Bukhari dengan judul Adabiyyat al-Bukhari. 

Para ulama berbeda pendapat tentang pengertian kata adab. Kata adab yang dikenal orang adalah berupa syair, kisah-kisah, dan yang serupa dengan itu. Tetapi adab menurut para ahli fiqih dan ahli hadits mempunyai makna dan pengertian yang berbeda. Mereka mengatakan bahwa pengertian adab adalah menggunakan perkataan, perbuatan, dan hal ihwal yang bagus. Ada pula di antara mereka yang mengatakan bahwa adab adalah meninggalkan sesuatu yang membawa ke­jelekan (aib). Di samping itu ada yang mengatakan bahwa pengertian adab adalah menghiasi diri dengan hiasan orang-orang yang memiliki keutamaan. Menurut pendapat lain, arti adab adalah tidak bermaksiat kepada Allah dan tidak merusak harga diri. Ada pula yang mengatakan bahwa adab berarti takwa kepada Allah. Jadi, orang yang bertakwa kepada Allah adalah orang yang beradab.

Al-Bukhari telah menyusun kitab tersendiri yang berjudul al- Adab al-Mufrad. Kitab ini tidak mengikuti kriteria (persyaratan) kitab Shahih-nya. Di dalam kitab al-Adab al-Mufrad terdapat hadits shahih, hasan, maupun dha'if. Sedangkan kitab Shahih al- Bukhari yang di dalamnya juga terdapat kitab (bab) al-Adab, semua haditsnya shahih berdasarkan persyaratan al-Bukhari. Untuk keshahihan suatu hadits, al-Bukhari membuat persyarat-persyaratan yang sulit (ketat), sehingga hadits al-Bukhari merupakan perkata­an yang paling shahih setelah Kitabullah.

AL-BUKHARI MENGATAKAN, "[INI] KITAB ADAB." Yaitu, adab yang diambil dari Muhammad saw, bukan adab yang diambil dari al-Hathiah, Umru'ul Qais, Jarir, atau Farazdaq, karena apabila seorang yang beradab tidak mempunyai iman atau pesan maka ia tidak memiliki manfaat dalam agama dan tidak pula di akhirat. Syair yang tak memiliki pesan, kisah-kisah yang tak me­miliki pesan, dan drama yang tak memiliki misi, di sisi Allah tidak mempunyai pengarah maupun manfaat.

Jadi, adab ini adalah adab Rasulullah yang telah mengajar­kannya kepada kita. Dalam riwayat Ibn 'Asakir terdapat perkataan yang dinisbahkan kepada Nabi saw bahwa beliau mengatakan:

أَدَّ بَنِى رَبِّى فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبىِ

Tuhanku telah mendidikku dengan didikan yang sebaik-baik-nya. [Lihat Jami’ al-Ahadits wa al-Marasil (nomor 780 – 781) dan adh-Dha’ifah (nomor 72)]

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn 'Asakir dari Anas dan me­rupakan hadits dha'if, bukan hadits shahih. Kata Ibn Taimiyah, hadits ini maknanya shahih tetapi sanadnya dha'if. Ini termasuk kalimat yang terbagus sekalipun sanadnya dha'if, karena yang mendidik Muhammad saw memang Allah. Tetapi tidak benar bahwa hadits ini merupakan perkataan beliau. Tidak setiap kalimat yang maknanya benar merupakan perkataan Nabi saw.

Sebagian pemikir di masa belakangan berpendapat bahwa jika makna suatu hadits adalah shahih dan hasan maka hadits itu me­rupakan perkataan Nabi saw. Tetapi jika maknanya bertentangan dengan akal meskipun sanadnya shahih maka hadits itu tertolak.

Ini pendapat yang salah. Kita berinteraksi dengan perkataan beliau dari segi sanad dan matan sekaligus. Al-Bukhari mengatakan, "[Ini] bab tentang al-birr dan ash-shilah. Allah SWT berfirman, "Dan Kami wajibkan manusia [berbuat] kebaikan kepada dua orang ibu bapak." (QS. al-'Ankabut: 8)

Keistimewaan al-Bukhari adalah ia pertama-tama menyebutkan bab dan pengertiannya, kemudian ia menyebutkan ayat-ayat Al-Qur'an yang menjelaskannya. Se­telah itu ia sebutkan haditsnya. Ini cara yang terbaik.

Ibn Taimiyah mengatakan dalam jilid kesepuluh dari kitabnya, "Setahuku di dunia ini tak ada kitab yang lebih berfaedah dan lebih bermanfaat dibandingkan kitab Shahih al-Bukhari." Sebuah syair meneguhkan pernyataan tersebut:

Seandainya mereka menyadari nilai Shahih al-Bukhari
Niscaya mereka tak akan menuliskannya kecuali dengan tinta emas.

Jadi, al-Bukhari memulainya dengan masalah hak kedua orang tua karena hak mereka berdua diiringi dengan hak Allah sebagai­mana yang dikatakan oleh Allah SWT, "Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu; hanya kepada-Kulah kem­balimu." (QS. Luqman: 14) 

Dalam ayat lain Allah berfirman, "Dan sembahlah Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak." (QS. an-Nisa': 36)

by: aliprozainal.blogspot.co.id

TERIMAKASIH SUDAH BERKUNJUNG BLOG SAYA 

IKUTIN BLOG SAYA TERUS YAA...

SEE...YOU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages